Tuesday, March 21, 2017

Penegertian Indikator Kinerja

Perkembangan pembangunan ekonomi dan infratruktur di Indonesia dari tahu ke tahun semakin meningkat seiring dengan tuntutan pelayanan kepada masyarakat yang semakin tinggi. Sebagai pemilik atau pemberi pelayanan kepada masyarakat dituntut untuk lebih mendahulukan aspek hasil dibandingkan dengan pengelolaan maupun operasional termasuk pengendalian. Penekanan terhadap hasil merupakan kritik dan perbaikan terhadap konsep lama yang kurang relevan untuk diterapkan kepada masyarakat/pelanggan/pengguna yang menuntut perbaikan kinerja [Drs. Mahmun Syarif Nasution, M.AP (Widyaiswara Madya), Teknik Menyusun Indikator Kinerja Utama Organisasi].

Indikator kinerja digunakan untuk melakukan pemantauan dan evaluasi kinerja suatu kegiatan yang sedang berjalan untuk mengetahui sejauhmana hasil kerja dan pelayanan dapat berjalan sesuai dengan harapan, baik secara kuantitatf maupun kualitatif. Hasil pengukuran suatu kegiatan akan menjadi rekomendari dalam pengambilan keputusan dalam rangka perbaikan dimasa yang akan datang pada setiap tingkatan. Hasil evaluasi kinerja akan menunjukkan berhasil atau tidaknya suatu kegiatan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan atau kebijakan yang telah ditetapkan. [Mohamad Mahsun, 2011; Pengukuran Kinerja Sektor Publik] dan [Seti (Roni Dwi Susanto) Pemantauan dan Evaluasi Kinerja]. Sedangkan indikator kinerja memiliki manfaat bagi pihak-pihak yang terkait dengan suatu kegiatananatra lain sebagai berikut:
  1. Memperjelas tentang informasi suatu kegiatan/program;
  2. Menciptakan kesepakatan untuk menghindari kesalahan interpretasi dan perbedaan pendapat selama pelaksanaan kegiatan/program;
  3. Membangun dasar bagi pemantauan dan evaluasi; 
  4. Untuk mengenalkan dan memotivasi pelaksana kegiatan/program dalam pencapaian hasil.
  5. Untuk merekomendasikan dan melaporkan hasil yang telah dicapai kepada pemilik, pengelola, dan pengguna.
Indikator Kinerja merupakan alat utama sistem pemantauan dan evaluasi suatu kegiatan yang sedang berjalan, sejauh mana tingkat pencapaian atau prestasi dari sasaran maupun tujuan yang akan dicapai. Setiap indikator kinerja termasuk sub-indikatornya harus didefinisikan secara jelas dan lengkap sehingga dapat membantu dalam pengambilan keputusan dan perbaikan selanjutnya. [Mohamad Mahsun, 2011; Pengukuran Kinerja Sektor Publik]. Dimana indikator memiliki karakteristik yang harus diperhatikan ketika akan menentukan indikator maupun sub-indikator yang akan digunakan, antara lain sebagai berikut:
  1. Sahih (Valid), artinya indikator benar-benar dapat dipakai untuk mengukur aspek-aspek yang akan dinilai;
  2. Dapat dipercaya (Reliable), artinya mampu menunjukkan hasil yang sama pada saat yang berulang kali, untuk waktu sekarang maupun yang akan datang;
  3. Peka (Sensitive), cukup peka untuk mengukur sehingga jumlahnya tidak perlu banyak;
  4. Spesifik (Specific) memberikan gambaran prubahan ukuran yang jelas dan tidak tumpang tindih;
  5. Relevan (Rerevance), artinya sesuai dengan aspek kegiatan yang akan diukur dan kritikal.
Selanjutnya sistem klasifikasi indikator didasarkan atas kerangka kerja yang logis dimana kontinuum masukan (input) yang pada akhirnya mengarah pada keluaran (outcomes) [WHO, 2013]. Klasifikasi tersebut secara rinci dapat dijabarkan sebagai berikut:
  1. Indikator input merujuk pada sumber-sumber yang diperlukan untuk melaksanakan aktivitas, seperti: personel, alat/fasilitas, informasi, dana, peraturan/kebijakan;
  2. Indikator proses adalah memonitor tugas atau kegiatan yang dilaksanakan;
  3. Indikator output adalah untuk mengukur hasil meliputi cakupan, termasuk pengetahuan, sikap, dan perubahan perilaku yang dihasilkan oleh tindakan yang dilakukan. Indikator ini juga disebut indicator effect.
  4. Indikator outcome, adalah untuk menilai perubahan atau dampak (impact) suatu program, perkembangan jangka panjang.
Indikator kinerja sangat penting untuk digunakan dalam melakukan evaluasi suatu kegiatan/program, sehingga dapat diketahui bahwa suatu kegiatan/program telah berjalan secara efektif dan efisien. Indikator kinerja untuk setiap unit kegiatan/program tidak sama tergantung pada jenis pelayanan yang dihasilkan. Maka dalam pengembangan dan penentuan indikator kinerja perlu mempertimbangkan beberapa komponen [Mohamad Mahsun, 2011; Pengukuran Kinerja Sektor Publik], sebagai berikut:
  1. Biaya pelayanan (cost of service), Indikator biaya biasanya diukur dalam bentuk biaya unit (unit cost), misalnya biaya per unit pelayanan;
  2. Penggunaan (utilization), Indikator penggunaan pada dasarnya membandingkan antara jumlah pelayanan yang ditawarkan (supply of service) dengan permintaan publik (public demand). Indikator ini harus mempertimbangkan preferensi public;
  3. Kualitas dan Standar (quality and standards), Indikator kualitas dan standar pelayanan merupakan indicator yang paling sulit diukur, karena menyangkut pertimbangan yang sifatnya subyektif;
  4. Cakupan (coverage), Indikator cakupan pelayanan perlu dipertimbangkan apabila terdapat kebijakan atau peraturan perundangan yang mensyaratkan untuk memberikan pelayanan dengan tingkat pelayanan minimal yang telah ditetapkan;
  5. Kepuasan (satisfaction), Indikator kepuasan biasanya diukur melalui metode jajak pendapat secara langsung. 
Sedangkan syarat-syarat indikator yang ideal yang akan dikembangkan harus disesuaikan dengan jenis kegiatan/program yang telah ditetapkan. Menurut Palmer (1995) yang dikutip dari buku Pengukuran Kinerja Sektor Publik, Mohamad Mahsun, (2011) menyatakan bahwa syarat-syarat indikator yang ideal, adalah sebagai berikut:
  1. Consitency, indicator kinerja harus konsisten, baik antara periode waktu maupun antar unit-unit organisasi;
  2. Comparibility, indikator kinerja harus mempunyai daya banding secara layak;
  3. Clarity, indikator kinerja harus sederhana, didefinisikan secara jelas dan mudah dipahami;
  4. Controllability, pengukuran kinerja terhadap seorang manajer publik harus berdasarkan pada area yang dapat dikendalikannya;
  5. Contingency, perumusan indikator kinerja bukan variabel yang independen dari lingkungan internal dan eksternal. Struktur organisasi, gaya manajemen, ketidakpastian dan kompleksitas lingkungan eksternal harus dipertimbangkan dalam perumusan indikator kinerja;
  6. Comprehensiveness, indikator kinerja harus merefleksikan semua aspek perilaku yang cukup penting untuk pembuatan keputusan manajerial;
  7. Boundedness, indikator kinerja harus difokuskan pada faktor-faktor utama yang merupakan keberhasilan organisasi;
  8. Relevan, berbagai penerapan membutuhkan indikator spesifik sehingga relevan untuk kondisi dan kebutuhan tertentu;
  9. Feasibility, target-target yang digunakan sebagai dasar perumusan indikator kinerja harus merupakan harapan yang realistik dan dapat dicapai.

No comments:

Post a Comment